Ibumu kemarin berpesan bahwa jika kau ingin membumi, maka belajarlah filosofi Indomie.
Walau sering dituduh sebagai sajian tak bergizi, tapi Indomie tak peduli. Karena toh, Indomie tidak pernah membual dengan issue tersebut. Jadi tuduhan itu hanya sebuah fallacy.
Tidak pernah umbar-umbaran janji, tapi selalu hadir pertama di tenda-tenda pengungsi. Tidak jua jorjoran promosi, tapi laku juga kok sampai ke benua hitam Afrika atau pun semenanjung Korea.
Dicap sebagai menu wajibnya para mahasiswa ‘kere’. Tapi tahukah kamu, bahwa indomie selalu tersusun rapih di sebagian dapur-dapur mewah Kota Baru. Indomie jugalah yang menjadi pengobat rindu para intelektual muda, kala merantau di luar negeri.
Indomie memang murah meriah, dapat dibeli dimana pun dan dimasak oleh siapa saja. Bukankah sudah sangat jelas, bahwa Indomie tidak pernah mengeksklusifkan diri.
Tapi jangan salah, ia juga yang menjadi salah satu sumbu dari akar rumput industri. Perhatikan saja, bagaimana warung jalanan meramu komposisi dan menjualnya sebagai menu yang baru.
Jadi kurang apa lagi coba?
Terakhir untuk kau ingat, ibumu pun sempat berpesan. Jangan pernah sekali-kali berpaling dari Indomie, jika masih ingin dianggap sebagai anak kandungnya sendiri.
indomie dan aku bagaikan suami istri yang tak terpisahkan, and i like indomie so much. salam indomie
SukaDisukai oleh 1 orang
Indomie ada dimana saja😊
SukaDisukai oleh 3 orang
Baca, auto laper 🤣 woy, minta jatah mi nya gue, wkwkwk
SukaDisukai oleh 2 orang
😁
SukaDisukai oleh 2 orang
Auto denger jingle: Indomieee Selerakuuuu
Nice 👏🏻
SukaDisukai oleh 1 orang
🙏🙏🙏
SukaSuka