Dia sudah mulai jemu dengan senja. Padahal ada beberapa kenangan yang tersimpan rapi di arsip retina.
Mulai dari sebuah senja sederhana di warung kopi Surakarta, keagungan senja dari balik pura pulau Dewata, sampai yang sophisticated lewat sudut pandang lantai sembilan ibukota.
Dulu, dirinya sempat membayangkan senja sebagai suasana kala Dewi Kirana melepas rindu, tanda saat Kebo Iwa mulai dapat mengusap peluh, atau kode untuk Squidward berhenti mengeluh.
Kini, senja tampaknya sudah bersublim arti.
Senja ditarik paksa ke hiruk pikuk sosial media. Diarak beramai-ramai dan dibagikan hanya untuk upvotes semata. Dipajang dengan tagar yang semu makna.
Mungkin memang benar, kepentingan zaman telah begitu berbeda. Sebuah peran utama tidak akan sempurna, bila tidak dibumbui dengan hal tersier yang menghiasinya
Tapi sudahlah.
Bisa jadi ia pun sekarang, sedang berusaha untuk ikut membonekakan senja.
Sepertinya senja akan tetap menjadi objek keterpesonaan insan pengagumnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Bukan senja yang ia lihat, tapi dirinya sendiri yang tercermin jelas dari hadirnya senja hee
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, perspektif menarik ini.
SukaDisukai oleh 1 orang
haaa
SukaSuka
Kalo bukunya mas seno gumira a, senja sudah dipotong terus dikasihkan pacarnya. Publik hanya menikmati replika senja, apalagi social media.
SukaDisukai oleh 1 orang
Masuk akal, euforia memang bisa jadi hal yang artifisial.
SukaDisukai oleh 1 orang
Entah mengapa senja lebih banyak menginspirasi. Padahal fajar pagi pun tak kalah indahnya.
SukaDisukai oleh 2 orang
Begitu pun dengan pekatnya dini hari.
SukaSuka