Melepas Surga, Pulang ke Rumah

Apa pendapatmu tentang ini kawan?

Tentang tempat ini. Tentang tawa ini. Tentang bebas ini. Lega, tenang, dan nyaman. Bertahun-tahun kita sudah disini. Di kamar ini. Tidur, tertawa, menangis, bahkan membentak.

Dan tempat ini selalu terbuka untuk keesokan harinya. Apa gerangan bila tidak ?

Aku sudah berlari. Dan kau juga. Seperti biasa, lelah selalu membawa kaki ini ke sini. Punggungku sudah naksir berat dengan kasur ini dan bau keringatmu sudah seperti pasangan serasi dengan seprainya.

Sesaat kita berada di surga. Dan di surga kita, para malaikat akan menyanyikan ode-ode dari Pure Saturday. Menghilang dari seluruh penat. Melangsingkan umur kita. Tapi tetap, esok hari pasti kan datang.

Aku tidak tahu bagaimana dengan dirimu. Tapi aku merasa seperti seorang dewa bila berada di tempat ini. Aku menjadi pemikir. Merubah khayal menjadi mimpi. Dan merubah mimpi menjadi cita-cita.

Walau memang benar, kalau aku pun pernah menjadi seorang pengecut yang bersembunyi di sini. Kabur dari bumi, lalu bersembunyi di surga. Dan seperti layaknya surga, kau akan malu, lalu segera kembali ke bumi. Karena surga, bukanlah tempat untuk seorang pengecut.

Di sini kita memulai langkah. Pintu itu adalah gerbangnya. Berpijak bukan melayang. Mengatasi semua lika-liku jalan. Kita berpisah pada setiap paginya. Rute kita memang berbeda.

Tapi nantinya, kita pasti akan kembali tertidur di sini. Mengeluh tentang labirin. Meringis karena perihnya luka. Gemetar akan panasnya siang di esok hari.

Maaf kawan. Maaf.

Tapi malam ini aku tidak akan pulang. Malam ini, aku tidak akan tidur di surga kita. Aku harus pergi. Merelakan dirimu menguasai surga itu sendiri.

Aku harus pulang. Tempat itu, tempatmu. Tempatku juga sebenarnya, tapi bukan milikku. Itu rumahmu kawan. Malam ini, aku akan tidur di rumahku. Mencoba merubahnya menjadi surga seperti kepunyaanmu. Maaf, kepunyaan kita.

Mungkin satu hari nanti, kau harus datang untuk menjengukku di sana.

Tinggalkan komentar