Le Petit Prince (Review)

Minggu lalu, tanpa ada rencana sebelumnya, saya membaca Le Petit Prince pagi-pagi. Saya tidak pernah menghitung dengan pasti, mungkin yang barusan adalah kali kedelapan atau sembilan saya membaca ulang novela ini.

Buku ini tuh kalau di musik ibarat The Dark Side of the Moon-nya Pink Floyd atau di film ada The Shape of Water-nya del Toro. Bukan coba untuk berlebihan tapi dengan kata lain, karya tulis dari Antoine de Saint-Exupéry ini sangatlah bergizi.

Jadi ya tidak bakal rugi juga jika dibaca berulang-ulang kali. Tidak bakal ada waktu yang terbuang percuma.

Setidaknya ada lima pelajaran yang dapat saya tangkap dari novela ini, yaitu :

Apa yang terlihat di permukaan, bisa jadi tidak akan sama dengan yang ada di dalamnya.
Cobalah untuk menilai diri kita sendiri sebelum kita menilai orang lain.
Selalu menghargai apa yang kita miliki karena ada dari hal-hal tersebut yang tidak tergantikan.
Terkadang kita harus merelakan apa yang benar-benar kita cintai.
You should never take yourself too seriously.

Jadi, Le Petit Prince ini buat saya sih merupakan bacaan yang sangat bagus

Kemudian ada pertanyaan, apakah buku ini tepat direkomendasikan untuk anak-anak?

Sejujurnya, saya tidak punya kredibilitas apapun agar bisa dianggap layak guna menyarankan apa yang baik atau tidak untuk anak-anak. Hanya saja, jika saya boleh menjawabnya berdasarkan pengalaman pribadi, Le Petit Prince ini saya sarankan untuk dibaca setidaknya tiga kali, yaitu pada rentang usia anak-anak, remaja dan dewasa.

Dan pada ketiga rentang usia tersebut, buku ini dapat memberikan masing-masing pengertian yang sesuai dengan yang dibutuhkan ketika kita masih anak-anak, remaja atau ketika sudah sampai di usia dewasa.

Sekian dari saya dan mungkin akan lebih baik jika jawaban ini saya tutup dengan sepenggal kalimat dari Le Petit Prince.